Kamis, 28 Oktober 2010

jalaludin rumi

DALAM sebuah puisi

  • sufinya bertajuk
“Syahadat Kita”,penyair
 terkemuka Jalaluddin
Rumi mengajak para
pembaca
mengernyitkan dahi
sejenak. Rumi
menggelitik
kesadaranreligi kita:
Dia berkata Tiada
tuhan, lalu dia
berkata kecuali
Tuhan. Dari Tiada
menjadi kecuali
Tuhan maka
menjelmalah
Keesaan.
Dengan nukilan
goresan pena itu,
sesungguhnya Rumi
menyingkap dan
mengungkap situasi
kepenyairannya
sendiri. Tepat sekali
bila pembaca
menebak-nebak,
disamping terkenal
sebagai penyair, ia
memang seorang
ulama besar
(mullah). Nama
lengkapnya
Jalaluddin Rumi ialah
Maulana Jalaluddin
Rumi Muhammad
bin Hasin al Khattabi
al-Bakri. Lahir pada
30 September 1207
Masehi di Balkh (kini
terletak di perbatasan
Afganistan) dan
meninggal pada 17
Desember 1273
Masehi di Konya
(wilayah Turki, Asia).
Jalaluddin Rumi
dibesarkan dalam
keluarga dan
masyarakat yang
memberikan
semangat
keagamaan
padanya. Ayahnya,
Bahauddin Walad
mendapat
kedudukan tinggi di
kalangan keagamaan
di Khorasan,
sebelum ia dengan
tiba-tiba mengungsi
ke Konya wilayah
kekuasaan Turki
Saljuq menjelang
penyerbuan bangsa
Mongol. Di Konya,
Bahauddin
mendapat bantuan
lindungan dan
bantuan raja serta
penghargaan rakyat
sebagai khotib dan
guru agama.
Rumi sendiri, setelah
menyelesaikan
pendidikan
bertahun-tahun di
Aleppo dan
Damsyik, pada
saatnya pula
mengajar dan
menjadi khatib di
Konya. Sepanjang
hidupnya, ia telah
menghasilkan lebih
dari tiga ribu kasidah
(ode) dan ghazal
(lirik). Bagi pembaca
tanah air, buku
kumpulan puisi
Rumi yang sangat
terkenal yakni
Masnawi. Buku ini
terdiri dari enam jilid
dan berisi 20.700
bait syair. Dalam
karyanya ini, terlihat
ajaran-ajaran
tasawuf yang
mendalam, yang
disampaikan dalam
bentuk apologi,
fabel, legenda,
anekdot, dan lain-
lain.
Pada bagian
pendahuluan
bukunya itu,
Jalaluddin Rumi
mengatakan:
Aku tidak
menyanyikan
Masnawi agar
orang
membawanya dan
mengulang-
ulangnya pula, akan
tetapi agar orang
meletakkan buku itu
di telapak kaki dan
terbang
bersamanya.
Masnawi adalah
tangga pendakian
menuju kebenaran.
Jangan engkau pikul
tangga itu di
pundakmu sambil
berjalan dari satu
kota ke kota lain.
Terbang
bersamanya, kata
Rumi di atas.
Demikian pula puisi-
puisi sufi yang akan
saya tampilkan
berikut, berupaya
agar semangat
ketuhanan yang ada
dalam diri manusia
dapat diusahakan
lahir kembali.
Terbang bersama
makna tersembunyi
puisi sufi. Atau
seperti yang
dianjurkan Rumi
adalah melakukan
perjalanan dari diri
(yang rendah) ke diri
(yang tinggi) — from
lower self to higher
self.
Dalam sebuah
puisinya Rumi
mengumpamakan
perjalanan dari diri
ke dalam diri sebagai
perjalanan ‘sebutir
pasir yang
menyimpang dari
jalan yang lazim dan
memasuki tubuh
tiram, dan setelah
lama terkurung akan
muncul sebagai
mutiara’.
Lantaran banyaknya
puisi-puisi sufi yang
telah ia ciptakan dan
agar postingan ini
tidak terlalu panjang,
maka pada
kesempatan ini akan
saya pilihkan
beberapa buah saja
diantaranya. Selamat
membaca dan
menghayatinya:
Puasa Membakar
Hijab
Rasa manis yang
tersembunyi,
Ditemukan di dalam
perut yang kosong
ini!
Ketika perut kecapi
telah terisi,
ia tidak dapat
berdendang,
Baik dengan nada
rendah ataupun
tinggi.
Jika otak dan
perutmu terbakar
karena puasa,
Api mereka akan
terus mengeluarkan
ratapan dari dalam
dadamu.
Melalui api itu, setiap
waktu kau akan
membakar seratus
hijab.
Dan kau akan
mendaki seribu
derajat di atas jalan
serta dalam
hasratmu.
Disebabkan Ridha-
Nya
Jika saja bukan
karena keridhaan-
Mu,
Apa yang dapat
dilakukan oleh
manusia yang
seperti debu ini
dengan Cinta-Mu?
Letak Kebenaran
Kebenaran
sepenuhnya
bersemayam di
dalam hakekat,
Tapi orang dungu
mencarinya di dalam
kenampakan.
Rahasia yang Tak
Terungkap
Apapun yang kau
dengar dan katakan
(tentang Cinta),
Itu semua hanyalah
kulit.
Sebab, inti dari Cinta
adalah sebuah
rahasia yang tak
terungkapkan.
Pernyataan Cinta
Bila tak kunyatakan
keindahan-Mu dalam
kata,
Kusimpan kasih-Mu
dalam dada.
Bila kucium harum
mawar tanpa cinta-
Mu,
Segera saja bagai
duri bakarlah aku.
Meskipun aku diam
tenang bagai ikan,
Tapi aku gelisah pula
bagai ombak dalam
lautan
Kau yang telah
menutup rapat
bibirku,
Tariklah misaiku ke
dekat-Mu.
Apakah maksud-Mu?
Mana kutahu?
Aku hanya tahu
bahwa aku siap
dalam iringan ini
selalu.
Kukunyah lagi
mamahan kepedihan
mengenangmu,
Bagai unta
memahah biak
makanannya,
Dan bagai unta yang
geram mulutku
berbusa.
Meskipun aku tinggal
tersembunyi dan
tidak bicara,
Di hadirat Kasih aku
jelas dan nyata.
Aku bagai benih di
bawah tanah,
Aku menanti tanda
musim semi.
Hingga tanpa
nafasku sendiri aku
dapat bernafas
wangi,
Dan tanpa kepalaku
sendiri aku dapat
membelai kepala
lagi.
Hati Bersih Melihat
Tuhan
Setiap orang melihat
Yang Tak Terlihat
dalam
persemayaman
hatinya.
Dan penglihatan itu
bergantung pada
seberapakah
ia menggosok hati
tersebut.
Bagi siapa yang
menggosoknya
hingga kilap,
maka bentuk-bentuk
Yang Tak Terlihat
semakin nyata
baginya.
Kesucian Hati
Di manapun, jalan
untuk mencapai
kesucian hati
ialah melalui
kerendahan hati.
Maka dia akan
sampai pada
jawaban “Ya” dalam
pertanyaan
Bukankah Aku
Tuhanmu?
Memahami Makna
Seperti bentuk dalam
sebuah cermin,
kuikuti Wajah itu.
Tuhan
menampakkan dan
menyembunyikan
sifat-sifat-Nya.
Tatkala Tuhan
tertawa, maka
akupun tertawa.
Dan manakala Tuhan
gelisah, maka
gelisahlah aku.
Maka katakana
tentang Diri-Mu, ya
Tuhan.
Agar segala makna
terpahami, sebab
mutiara-mutiara
makna yang telah
aku rentangkan di
atas kalung
pembicaraan
berasal dari Lautan-
Mu.
Tuhan Hadir dalam
Tiap Gerak
Tuhan berada
dimana-mana.
Ia juga hadir dalam
tiap gerak.
Namun Tuhan tidak
bisa ditunjuk dengan
ini dan itu.
Sebab wajah-Nya
terpantul dalam
keseluruhan ruang.
Walaupun
sebenarnya Tuhan
itu mengatasi ruang.
Lihatlah yang
Terdalam
Jangan kau seperti
iblis,
Hanya melihat air
dan lumpur ketika
memandang Adam.
Lihatlah di balik
lumpur,
Beratus-ratus ribu
taman yang indah!
Keterasingan di
Dunia
Mengapa hati begitu
terasing dalam dua
dunia?
Itu disebabkan
Tuhan Yang Tanpa
Ruang,
Kita lemparkan
menjadi terbatasi
ruang.
***
Puisi sufi,
meminjam
pernyataan penyair
sufi Indonesia
Sutardi Calzoum
Bachri adalah
perwujudan seorang
penyair yang sadar
sebagai makhluk
spiritual. Sebagai
makhluk spiritual dia
selalu berusaha
mengungkapkan
kerinduannya akan
nilai-nilai spiritual
demi menciptakan
keutuhan dirinya.
Tanpa dimensi
spiritual, manusia
takkan pernah bisa
menyempurnakan
kemanusiaannya. Ia
hanyalah robot
berdaging yang
hidup di bumi
dengan segala
aktivitas bernilai
relatif, yang
dijalankannya dari
hari ke hari sekedar
menunggu atau
menunda saat
kematiannya.
*****sumberreferensi

0 komen:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com